Author: Unknown
•6:04 AM

Manakala senja menyebarkan jemarinya. Aku yang menyejuk dikerindangan.
Dan kau yang menghampiri, sepertinya akan berbagi duka.

“bagaimana dengan alasanmu dulu memilih berpisah, sampai detik ini masih ngambang. Dan aku masih tak mengerti.”

Senja ini meredup. Seakan bersedih dengan pertanyaannya sendiri.

“jangan menaburkan masa lalu. Jika kamu telah bahagia, jangan mengingat kesedihan.” Kiranya aku yang singkat.

“hanya dirimu yang merasa masa lalu kita adalah kesedihan. Masa laluku bahagia”
Dengan menunduknya ia masih mengambang, kiranya dia tidak mengerti hingga saat ini.

“ya tentu saja itu adalah kesedihan untukku.” Teguhnya aku tidak mengungkap.

Ia yang tidak berkata. Dan aku yang tak mampu menatap. Kali ini aku mengabaikannya.

“Mohon maaf..” Ujarnya dengan menahan ego.

“terkadang banyak orang berpikir, berpegangan itu akan semakin kuat, tapi berpegangan bisa bermakna perpisahan.” Kataku dengan pandangan berpikir.

Sepertinya ia menarik kata-kata.
Lalu kami terdiam..

“dari awal aku berusaha berpegangan sebagai kekuatan, tapi . akhirnya keputusanmu yang pahit tak jelas arahnya. Maafkan aku yang telah ada menjadi beban hidupmu.” Ungkapnya bahasa yang tidak menyedihkan.

“ tidak apa-apa. Karena memang aku menyesal. Mengenalmu, menyayangi, bahkan bersamamu. Itu sungguh beban bagiku.” Aku mulai mengungkapkannya.

Senja yang semakin redup. Aku harus cepat mengungkap.

“hahaha...aku orang yang tanpa apa-apa, bisa mengenal bahkan sempat punya masa lalu dengan orang yang penuh segalanya, mungkin itu yang menjadi penyesalan untukmu.” Jawabnya dengan nada keras.

Angin hambar yang berbisik. Bahwa dia ragu dalam penyesalan.
Ternyata dia menyesal namun robek terhambat dengan perasaannya. Aku mengerti.

“bukan.
Aku ini bukan tipe orang yang berpikir pendek. Ketika kasih sayang tumbuh, aku sering menghambat itu bahkan mematahkan. Aku lebih baik pisah, dengan alasan ataupun tidak. Alasan berpisah hanya satu . aku takut tidak bersama. Dan Takdir Tuhan takut tak sama. Maka aku putuskan berpisah tanpa rencana dan rancangan apapun. Semua karena aku berpikir panjang. Sekali lagi, jangan rendahkan dirimu dihadapanku.. Aku hanya berpikir panjang. Biarkan hanya Tuhan yang merancang segalanya dengan sempurna. “ ungkapku dengan mata berkaca-kaca.

Ia hanya terdiam. Dan mulai berpikir untuk mengerti.

“ maafkan aku. Maafkan aku jika sampai kapanpun aku menganggapmu orang yang berharga untukku” ujarnya hingga meredup.

Selamat berbahagia senja